Beberapa Hari Sebelum Hari ‘H’

Mengejutkan!

Ada dua anggota baru. Mereka berjenis kelamin laki-laki. Mereka teman dari dua pria yang sudah dari dulu masuk pramuka.

Jadi ini berarti, kami sekarang tidak bertiga lagi. Dan memang benar-benar aku wanita di sini???

Rasanya tak sabar menanti hari itu. Persispanku sudah semua. Tinggal berangkat saja.

Sebelum itu, aku mengajak Ayahku untuk membeli celana khusus pramuka. Awalnya beliau kaget karena baru tahu aku ikut pramuka. Tapi aku tidak mempermasalahkan kekagetannya tersebut. 

“Padahal aku melarangmu jangan buat hal yang berat-berat.”

Tapi dari kalimat itu, aku mulai was-was. Mulai takut jika satu kata yang keluar dari bibirnya membuat semua menjadi batal. Aku takut beliau mengatakan, “Keluar!!”

Tapi melihat ayah yang mengulurkan uang pada pedagang, atas barter celana yang sudah berada dalam dekapanku, sebentar kemudian, aku sudah bisa bernapas lega.

Syukurlah …

Hari Berlalu Seperti Biasa

Tidak ada yang berubah setelah itu (berusaha untuk tidak mengubah). Setiap minggu latihan, penyampaian materi, praktek, dan menbuat suatu permainan agar tidak bosan.

Itu kami lakukan sembari menunggu kepala sekolah menepati janji.

Karena aku anggota baru, aku tak terlalu tahu dengan apa yang menjadi obrolan para kakak-kakak lain yang sudah lama. Mungkin mereka juga tengah dibingungkan dengan masalah ini. Tapi wajah mereka tampak seperti tak ada masalah. Aku yakin, ada yang disembunyikan dalam wajah itu. Dan ada yang diobrolkan serius di balik sepengetahuan kami (baca: aku dan dua laki-laki itu).

Waktu semakin dekat dengan hari yang kunantikan. Pelantikan menjadi anggota bantara. Masih belum mempunyai pembina. Demikian sangat mengkhawatirkanku. Nanti siapa yang akan membimbing kami? Nanti siapa yang akan menjaga kami? Pramuka memang mandiri. Tapi ini terlalu mandiri untuk kami!!

2 minggu lagi waktu itu datang. Di dua minggu tersebut, aku melakukan persiapan ekstra. Yaa, hanya aku. Kedua lelaki itu terlalu meremehkan. Mereka menganggap kecil dengan yang namanya persiapan. 

Bahkan buku SKU-nya masih kosong dari tanda tangan guru.

“Tolong, dalam detik terakhir ini, usahakan lah kalian mencari orang lagi untuk masuk ke pramuka. Sangat lucu bila hanya kalian bertiga saja,” ucap pemimpin barisan pasrah sore itu.
Aku tertawa miris dalam hati.

Nyatanya mereka tidak baik-baik saja dengan jumlah kami. Kukira, senyum yang senantiasa terpampang tidak menjerumus ke maksud itu.

Mereka sok kuat. 

Pandangan Kasihan Menusuk Kami

Sebagai pengisi amanat di setiap penutupan aktivitas pramuka kami, seorang pelatih dari kegiatan Pasus dan PKS, di sekolahku, turun tangan. Entah karena kasihan atau terlalu peduli, beliau mau meluangkan waktu pada kami yang tak punya pendamping kegiatan.

Dia mengatakan hal kejujuran yang membuat air mataku mendesak keluar.

Katanya, kepala sekolah kasihan melihat kami yang tidak punya pembina.

“Saat itu, Kepala Sekolah menatap kalian yang sedang melakukan kegiatan. Tak lama setelah itu, beliau menatap saya dengan pandangan yang seolah-olah mengatakan ‘bagaimana ini?’,” ucapnya.

Aku menarik napas panjang. Menjaga agar air mata tak meloncat keluar.

Sungguh, aku benci merasa dikasihani. Tapi mau bagaimana lagi. Aku sendiri pun merasa posisi kami saat ini memang begitu memprihatinkan dan pantas dikasihani.

Miris

Sangat miris.
“Kepala Sekolah akan secepatnya mencarikan kalian pembina baru. Maka, berbahagialah kalian ….”

Dua Laki-Laki dan Satu Perempuan 

Kini peserta tinggal aku dan dua lelaki. Miris sekali.

Dalam kesedihan kami yang baru ditinggal kakak pembina, kemudian ditambah ditinggalkan peserta, ini seolah-olah menjadi cambuk yang memukul kami. 

Pintaku, jangan sampai pramuka musnah di sekolah ini karena kehilangan anggota. Akan terlalu lemah jika demekian. Padahal … hey!! Ini pramuka. Pramuka tidak selemah itu.

Karena pramuka tidaklah lemah, itu alasan yang membuatku tetap bertahan.

Aku masih tetap di sini kendati satu-satunya perempuan dalam peserta adalah ‘aku’.

Haha. Aku tidaklah sekuat itu, jika bukan karena pelatih yang kebanyakan dihuni kaum hawa, aku sudah keluar dari dulu.

Satu Minggu kemudian 

Semua benar. Seperti dugaanku yang terbesit pertama kali.

Yeah … mereka keluar. 

Kata dua lelaki itu, ‘mereka’ bukannya sedang absen. Namun keluar.

Menyedihkannya, mereka keluar seperti keluar dari pusat perbelanjaan. Tiada izin atau ucapan selamat tinggal.

Bisa-bisanya mereka menyamakan ‘pramuka’ dengan pusat perbelanjaan. 

Keluar!!

Minggu yang akan datang, sebuah kejutan hampiri kami.

Selain kehilangan kakak pembina, kami kehilangan peserta pramuka. Tidak bisa dikatakan sedikit. Ini banyak. Lebih dari seperuh. Apalagi di dalam pramuka yang keluar semua berkelamin perempuan.

Jadilah aku perserta baru yang satu-satunya perempuan di sana.

Hanya aku dan dua lelaki itu.

Miris sekali.

Aku mencoba berpikiran positif. Mungkin mereka sedang absen berjamaah. Kita lihat saja minggu depannya. Apakah ketidakberangkatan mereka berujung pada keluarnya dari organisasi ini.

Pramuka. 

Kehilangan Kakak Pembina

Sore itu, kakak pembina kami, menuturkan Ceramahnya. Dalam posisi istirahat di tempat, kami mendengarkan. Entah itu nantinya akan nyantol di hati kami masing-masing atau tidak. Tapi kami berusaha menghormati ceramah tersebut dengan mendengarkannya.

Mengakhiri ceramah dengan menyebut namaku. Tentu saja aku terkejut. Kemudian dengan kikuk, aku menggeleng diiringi senyum awkward.

Setelah ceramah singkat itu, esoknya saat pelajaran kosong, beliau masuk ke kelasku kemudian mengatakan suatu hal yang tak pernah kami sangka-sangka.

Beliau mengatakan, akan melanjutkan kariernya. Dan akan melepas jabatan sebagai guru untuk sekarang ini.

Itu berarti, Kakak pembina sekaligus guru kami, tidak akan berada di sini lagi. Tidak akan berada  di sekolah ini. Kakak pembina mengundurkan diri.

Suasana kelas diliputi keharuan. Air mata tumpah ruah. Aku melihat kaum hawa. Hampir semuanya menangis dan sedikit yang tidak menangis. 
Kemudian, mataku menyapu ke arah para lelaki berdiam. Banyak yang tidak menangis dan sedikit yang menangis.

Setidaknya, ada lelaki yang menangis ditinggal kakak pembina.

Sedang, kakak pembina itu sendiri … memang tidak mengeluarkan air mata. Tapi aku melihat genangan air di matanya.
Sementara aku sendiri …

Aku tidak menagis.
Hey!! Kakak pembina ingin melanjutkan karier. Kenapa harus ditangisi? Harusnya didukung.
Aku mendukung dengan mata berkaca-kaca.
Haha.

Pramuka Sedikit Orangnya

Dari kelas dua cuma 6 wanita dan 2 pria. Jika ketambahan aku jadinya 7 wanita. Sementara dari kelas satu, lebih parah dari kelasku.

Mereka cuma sedikit.

Melihatnya, pramuka mengalami penurunan di setiap tahunnya.

Haha, jangan tanyakan bagaimana kelas tiga. Mereka sudah begitu dekat dengan ujian, jadi banyak yang keluar.

Sedikit tapi rajin itu baru dapat dikatakan tidak apa. Namun mereka jarang berangkat. Hujan sedikit sudah absen. Malah ada yang tidak berangkat sama sekali saat aku gabung di sini.

Ada apa dengan mereka? Apakah mereka mulai tidak menyukai pramuka.

Jangan sampai!!!

Keseruan!!!

Kata mereka, pramuka sekarang lebih ringan daripada yang dulu. Dan akan terbuktikan saat hari kedua aku bergabung.

Dan memang benar. Ini tidak seperti yang terbayang dalam pikir. Yang mengganggu isi kepalaku berhari-hari lamanya.

Kami semua bermain. Nama permainannya adalah tebak gambar. Meniru dari permainan dari salah satu acara televisi di Indonesia.

Permainannya begini, orang pertama akan membisikkan benda yang akan kita gambar. Lalu dengan diberi waktu singkat, orang yang dibisiki menggambar sebuah benda yang tidak diperlihatkan bentuknya. Cuma lewat bisikan dan biarkan imajinasi menari-nari.

Setelah selesai menggambar, harus menepuk salah satu teman. Kemudian teman itu akan menggambar yang tertera di kertas. Begitu seterusnya sampai teman paling akhir.

Teman paling akhir harus mengungkapkan gambaran apa yang ada di kertasnya. Jika betul menjawab, kami akan mendapat nilai.

Di sinilah letak keserunnya. Kemampuan menggambar seseorang itu berbeda-beda, apalagi ditambah dengan dorongan waktu. Semakin tak terbentuklah gambaran yang dibuat.

Teman terakhir melihat hasil karyanya sendiri; coretan-coretan tanpa makna.
Intinya, ini seru sekali! 

Alasan Ikut Pramuka 

“Alasan ikut pramuka apa, Kak??”

Sebelum menjawabnya, aku Senyum-senyum sendiri. Kemudian menjawab pertanyaan tadi dengan lirih dan malu-malu.

“Ini karena film 5cm.”

Tanggapan setelah menonton film itu adalah kekaguman. Dan entah bisikan darimana. Aku tiba-tiba ingin memanjat gunung Sumeru.

Tapi langkahku terlalu lebar jika langsung berkeinginan ke sana. Maka, aku mulai dari langkah kecil dulu. Dengan masuk pramuka.

Pramuka dekat dengan alam.

Pramuka berhubungan dengan petualangan.

Pramuka itu tak jauh-jauh dari perjalanan.

Masuk ke salah satu ekstra di sekolah untuk dekat pada Gunung Sumeru adalah pramuka. Tidak pasus apalagi paskibra.

“Lalu apalagi, Kak?” Tanya kakak pramuka lain.

Lantas, kujawab lagi dengan senyum malu mengiringi.

“Karena drama Korea berjudul Descrendant of the sun.”